Cari Artikel Muslimah-muslimah terkemuka di Blog Ini

Jumat, 18 Juni 2010

Ummu Aiman Al-Habasyiyyah: Mujahidah 'Ibunda Pengasuh' Rasulullah


JIKA manusia mencintai seseorang, maka dia siap untuk membuka hatinya bagi orang tersebut. Persahabatan akan menjadi sempurna sejauh mana masing-masing pihak mendapatkan anugerah berupa kelapangan hati, perasaan halus, akhlak baik, dan memegang teguh janji yang telah terjalin.

Demikianlah gambaran mengenai seorang sahabat wanita yang memiliki perasaan halus dan kelembutan yang tulus. Wanita ini telah meraih puncak keimanan tertinggi dan mendapatkan keuntungan berupa penghormatan dari orang tercinta, yaitu Rasulullah SAW. Wanita ini memiliki kedudukan dan kemasyhuran seluas dunia. Dia menempati posisi mulia dan luhur karena anugerah Allah kepadanya.

Dia adalah Ummu Aiman Al-Habasyiyyah, budak Rasulullah SAW dan juga pengasuh beliau. Wanita ini bernama lengkap Barkah binti Tsa’labah bin Amru. Nabi Muhammad mewarisi bersama ayahnya lima unta jantan dan kambing. Ummu Aiman dimerdekakan ketika Rasulullah menikah dengan Khadijah binti Khuwailid. Ummu Aiman dinikahi Ubaid bin Zaid Al-Khazraji, lalu melahirkan Aiman bin Ubaid. Selanjutnya dia dinikahi oleh Zaid bin Haritsah pada malam-malam ketika Rasulullah diutus menjadi rasul. Dari pernikahannya dengan Zaid bin Haritsah, dia dikaruniai Usamah bin Zaid, orang yang dicintai Nabi, sebagaimana beliau mencintai Hasan dan Husain.

Menjadi Pengasuh dan Ibunda Rasulullah

Ummu Aiman dekat dengan Rasulullah sejak beliau kecil, tepatnya setelah ibunda Rasulullah, Aminah binti Wahab, meninggal dunia. Aminah meninggal di Abwa (sebuah desa antara Makkah dan Madinah) setelah pulang berziarah dari rumah para bibinya, Bani An-Najjar, di Madinah Al-Munawwarah. Ummu Aiman turut mendampinginya dalam ziarah tersebut. Pada masa yang sangat sulit dan menyakitkan itu, Ummu Aiman memperlihatkan kelembutan dan baktinya kepada Nabi SAW yang saat itu masih berumur 6 tahun. Ummu Aiman pulang ke Makkah bersama beliau yang yatim piatu dan dirundung duka mendalam karena berpisah dengan ibunya untuk selamanya.

…Ummu Aiman dekat dengan Rasulullah sejak beliau kecil, tepatnya setelah ibunda Rasulullah, Aminah binti Wahab, meninggal dunia. pun mengasuh Nabi dengan penuh perhatian…

Ummu Aiman pun mengasuh Nabi dengan penuh perhatian. Abdul Muthalib, kakek Rasulullah, pun mewanti-wanti Ummu Aiman agar dia senantisa memperhatikan Rasulullah, tidak boleh melalaikannya sekejap mata pun. Dengan demikian, Rasulullah tumbuh dan berkembang dalam kasih sayang Ummu Aiman yang menjaga, menghormati, dan berbakti kepada beliau. Begitu dekat dan sayangnya Ummu Aiman kepada Rasulullah, tak heran jika beliau menyebutnya dengan sebutan “ibunda”. Tak jarang Rasul memanggil Ummu Aiman, “Wahai ibuku.” Bahkan beliau memposisikanya sebagai anggota keluarganya. Jika melihat Ummu Aiman, Rasulullah bersabda, “Ini adalah sisa anggota keluargaku.” Dalam kesempatan lain, beliau bersabda, “Ummu Aiman adalah ibuku setelah ibuku.”

Ketika Rasulullah dibebani misi risalah Islam, Ummu Aiman adalah salah seorang rombongan awal orang-orang yang membenarkan dakwah beliau. Ibnu Katsir mencatat, “Yang jelas, seluruh anggota keluarga Rasulullah beriman kepada beliau sebelum siapa pun. Mereka adalah Khadijah, Zaid, istri Zaid, Ummu Aiman, dan Ali.” Ibnul Atsir mengatakan, “Dia masuk Islam pada masa permulaan.”

Sudah sewajarnya Ummu Aiman lebih dahulu masuk Islam daripada para sahabat wanita lainnya. Ini mengingat, dia banyak mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kenabian sejak sebelum Rasulullah dilantik menjadi rasul. Sebagaimana sahabat dan sahabiyah lainnya, masuk Islamnya Ummu Aiman diikuti dengan berbagi konsekuensi buruk yang menimpa dirinya. Dia menerima berbagai siksaan dan intimidasi dari kaum kafir Quraisy karena keislamannya. Sehingga Ummu Aiman pun turut berhijrah ke Habasyah (Ethiopia) dan Madinah. Dia berbaiat kepada Rasulullah.

Sebagai Seorang Mujahidah

Kedekatannya dengan Rasulullah tidak membuat Ummu Aiman meminta dispensasi kepada beliau untuk tidak berpartisipasi dalam jihad. Ummu Aiman memiliki jasa besar dalam ranah jihad. Dia ikut bergabung dalam Perang Uhud sebagai pembagi air minum untuk para mujahidin dan memberikan pengobatan untuk prajurit yang terluka.

…Kedekatannya dengan Rasulullah tidak membuat Ummu Aiman meminta dispensasi kepada beliau untuk tidak berpartisipasi dalam jihad. Ummu Aiman memiliki jasa besar dalam ranah jihad. Dia ikut bergabung dalam Perang Uhud…

Tak hanya itu, Ummu Aiman juga ikut dalam Perang Khaibar bersama beberapa istri para sahabat. Setelah kemenangan, Rasulullah memberi mereka sebagian dari harta rampasan perang (ghanimah). Lalu pada Perang Hunain, dia berada dalam satu rombongan bersama kedua putranya, Aiman dan Usamah. Kedua anak termasuk para sahabat yang teguh bertahan melindungi Rasulullah pada saat itu. Namun Aiman kemudian mati syahid. Kesyahidan Aiman semakin menambah keimanan dan penyerahan total dirinya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan pada Perang Mu`tah, suaminya (Zaidd bin Haritsah) yang bertindak sebagai komandan pasukan menjadi pahlawan syahid pertama. Ummu AIman menerima berita kesyahidan sang suami dengan hati yang ridha dan sabar. Dia menggantungkan harapannya kepada Allah semata.

Ketika Rasulullah wafat, Ummu Aiman terdiam dengan kesedihan meliputi hatinya. Air mata membanjiri kedua matanya. Tergeraklah batinnya yang bersih, lalu memuji Nabi dengan syair yang indah:

“Ain Judi karena air mata menyembuhkan

Maka perbanyaklah tangismu

Ketika mereka berkata, “Rasul telah tiada,”

Itulah musibah tiada tara

Tangisilah orang terbaik yang menjadi nikmat bagi kita di dunia

Orang yang diistimewakan dengan wahyu dari langit.”

…Tak hanya dikenal karena ketulusannya berbakti kepada Rasulullah, Ummu Aiman juga memiliki keluasan ilmu, keutamaan, dan kecerdasan…

Tak hanya dikenal karena ketulusannya berbakti kepada Rasulullah, Ummu Aiman juga memiliki keluasan ilmu, keutamaan, dan kecerdasan. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat Muslim dari Anas, dia berkata bahwa setelah wafat Rasulullah, Abu Bakar berkata kepada Umar, “Ayo kita berangkat menuju Ummu Aiman untuk mengunjunginya sebagaimana Rasulullah SAW selalu mengujunginya.” Ketika tiba di rumahnya, keduanya mendapati Ummu Aiman sedang menangis. Abu Bakar bertanya, “Kenapa engkau menangis, segala apa yang dikehendaki Allah adalah yang terbaik bagi Rasulullah SAW?”

Dia menjawab, “Aku menangis bukan karena aku tidak tahu bahwa segala apa yang dikehendaki Allah adalah yang terbaik bagi Rasulullah SAW, akan tetapi aku menangis karena terputusnya wahyu dari langit.” Jawabannya ini menggoncangkan Abu Bakar dan Umar, dan membuat keduanya menangis bersamanya. Ummu Aiman pun berkontribusi dalam periwayatan hadits. Dia meriwayatkan 5 buah hadits dari Rasulullah. Di antara sahabat yang meriwayatkan hadits darinya adalah Anas bin Malik, Hanasy bin Abdullah Ash-Shan’ani, dan Abu Yazid Al-Madani.

Ummu Aiman wafat tak salam setelah Rasulullah wafat. Imam Adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan, “Dia meninggal dunia lima bulan setelah Nabi SAW wafat.” Semoga Allah ridha kepada Ummu Aiman dengan memberikan surga kepadanya. [ganna pryadha/voa-islam.com]

Referensi: Ahmad Khalil Jam’ah, Nisaa` min ‘Ashri An-Nubuwwah, Dar Thayyibah Al-Khadra`, Makkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar