Cari Artikel Muslimah-muslimah terkemuka di Blog Ini

Kamis, 13 Mei 2010

Menjadi Muslimah Diplomatis



DIPLOMASI adalah sebuah seni berkomunikasi. Kebanyakan orang menghubungkan diplomasi dengan politik. Namun realitanya diplomasi adalah sebuah metode komunikasi yang dapat diaplikasikan ke setiap percakapan dengan siapa saja, di mana saja. Tulisan ini akan memfokuskan pada berkomunikasi dengan pasangan kita dengan cara diplomatis.

Berkomunikasi secara diplomatis erat kaitannya dengan aspek etika dan akhlak yang sangat ditekankan Islam. Namun sayang sekali kita seolah losing touch (kehilangan pegangan) pada seni ini disebabkan tidak antusias dengan interaksi fisik dalam kehidupan sosial. Komputer, email, sms, facebook, twitter, dan berbagai media sosial lainnya telah merampas keahlian kita dalam berinteraksi secara fisik. Kita tidak lagi berbicara dengan orang lain face to face, sehingga hilanglah kapabilitas komunikasi bijaksana kita.

Secara singkat, bisa dikatakan bahwa gaya hidup ‘elektronik’ telah mempengaruhi kita untuk mengisolasi dan mengalienasi diri kita dari orang lain; anak-anak, suami dan lainnya. Atau misalkan kita melihat para remaja begitu ‘jauh’ dengan para orangtua mereka.

Anak-anak kita tak lagi duduk bersama orangtua mereka. Acara makan malam keluarga pun menjadi semakin jarang. Waktu untuk duduk bersama dan berbicara semakin sedikit, namun waktu untuk duduk di depan komputer, televisi, ber-mobile ria semakin meningkat. Padahal, Islam menganjurkan umatnya menguasai seni diplomasi dan akhlak terpuji.

...Islam menganjurkan umatnya menguasai seni diplomasi dan akhlak terpuji....

Rasulullah sendiri, walaupun dalam keadaan marah, beliau tetap memamerkan senyumannya, bahkan kepada orang yang beliau tidak sukai. Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah berkata, “Ada seorang lelaki yang meminta izin untuk bertemu dengan Rasulullah. Ketika beliau melihat orang itu dari jauh, beliau bersabda, “Dia adalah seburuk-buruk saudara dan anak dalam kerabat.” Namun ketika orang (Uyainah) itu sudah duduk, beliau memberikan senyuman di wajah dan menerima dengan baik hati kedatangan orang itu. Ketika orang itu sudah pergi, Aisyah berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, ketika engkau melihat orang itu tadi dari jauh engkau berkata begini dan begitu. Tapi kemudian engkau berwajah ceria setelah berada di hadapannya dan menerima kedatangannya dengan baik hati.” Kemudian Rasulullah bersabda “Wahai Aisyah, kapankah engkau melihatku berbuat tidak baik?”

Kita juga diajarkan bahwa memutuskan hubungan lebih dari tiga malam dengan saudara kita adalah hal terlarang. Karena tidak halal bagi seorang muslim memutuskan silaturrahim dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Dan hal yang terbaik untuk dilakukan adalah memberi salam terlebih dahulu.

...dalam teknik diplomasi, Islam mengajarkan bahwa memutuskan hubungan lebih dari tiga malam dengan saudara kita adalah hal terlarang...

Selain itu, Islam pun mengajarkan sebuah teknik diplomasi lainnya, yaitu menahan amarah. Abu Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Orang yang kuat itu bukanlah orang yang pandai bergulat, orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.”

Mungkin banyak muslimah yang tidak menyadari bahwa mereka sejatinya memiliki kendali atas berbagai aksi dan reaksi para suami dengan menggunakan kata-kata santun, respons baik, dan diplomasi. Seorang muslimah yang dewasa haruslah menyadari hal tersebut. Inilah mengapa Anda bisa melihat banyak wanita sukses berusia 40 tahun atau lebih yang sangat hati-hati ketika berbicara, ketimbang para gadis atau perempuan muda. Sukses yang dimaksud adalah sukses dalam kehidupan pribadi dan manajemen rumah tangga, bukan sukses secara materi.

Ketika kita berinteraksi, maka di waktu yang sama kita sedang membangun dialog dengan orang lain. Yaitu dengan mengekspresikan sikap, emosi, dan perasaan kita dengan sikap yang bersahabat ataupun tidak bersahabat. Atau dengan menyandarkan diri kepada berbagai sinyal nonverbal; bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan lain sebagainya. Juga terkadang dengan menekankan apa yang dikatakan dan bentuk ekspresi. Dengan demikian, kita dapat menciptakan banyak efek dalam percakapan.

Salah satu bentuk percakapan adalah menjauhkan diri dari membatasi atau pembicaraan to the point melalui bahasa tidak jelas (samar/ambigu) yang disengaja. Metode komunikasi seperti ini mungkin bagus ketika kita mencoba untuk memahami tujuan utama orang yang bicara dan apa yang ingin dikatakannya.

...Islam pun mengajarkan sebuah teknik diplomasi lainnya, yaitu menahan amarah. Rasulullah bersabda bahwa orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah...

Dengan bahasa samar dan respons yang seolah menjauhi jawaban, Anda membiarkan orang tersebut berbicara. Secara partikular, pentingnya membiarkan orang berbicara adalah; untuk mendengar garis besar pembicaraan dan membiarkan mereka mendapatkan apa yang ingin mereka katakan, sehingga membuat mereka merasa lega. Hal ini yang harus sering dilakukan seorang muslimah ketika berinteraksi dengan laki-laki (suami, saudara, ayah, dan lainnya). Pasalnya, mereka terkadang datang berinteraksi dengan wanita (istri, ibu, saudari, dan lainnya) penuh tekanan dan mereka merasa ingin didengar. Terkadang mereka berbicara berputar-putar, bukan karena mereka ingin berbicara, tapi mencari kalimat tepat untuk mengakhiri pembicaraan mereka.

Dengan membiarkan lawan bicara berbicara, bukan berarti Anda tidak diizinkan mengeluarkan opini atau bersuara, tapi lebih kepada bagaimana memilih ‘medan perang’ Anda. Berpikir sebelum merespons, “Apakah dengan mengacaukan pembicaraan seseorang cukup baik, ataukah aku biarkan saja dia berbicara?” Seringkali Anda mendapatkan bahwa Anda bisa membiarkan dia berbicara. Anda mendengarkannya dan lontarkan beberapa komentar. Anda mendengarkan, sehingga setiap orang bisa mengakhiri pembicaraannya dengan penuh kedamaian. Kita menyebut hal ini sebagai komunikasi yang bisa memunculkan efek harmonis.

...Bentuk lain dari komunikasi diplomatis adalah menjadi bijak atau menampakkan sikap bersahabat kepada orang lain...

Bentuk lain dari komunikasi diplomatis adalah menjadi bijak atau menampakkan sikap bersahabat kepada orang lain. Yaitu dengan menggunakan kosakata yang bisa menaikkan wibawa Anda dan orang yang Anda ajak bicara. Ini mengingat, bahasa merupakan kekuatan humanis terhebat dalam interaksi manusia. Tidak ada manusia yang senang menghadapi orang yang bicara dengan tinggi hati. Dan sedikit dari kita yang bisa menerima kata-kata sarat dehumanisasi dan kritik.

Sebagai sosok yang pengayom dan pengasuh, faktanya wanita memiliki kecerdikan dalam berkomunikasi dengan cara yang menggembirakan, positif, dan peduli. Dengan demikian, seorang muslimah berkontribusi penuh mempromosikan cinta dan kedamaian di dalam rumah. Maka, memilih kata-kata yang tepat dalam dialog adalah sebuah keniscayaan.

Contohnya adalah dialog populer antara seorang suami dan istri tentang kemungkinan sang suami menikah lagi, namun sang istri berdialog penuh ejekan dan celaan. Mari asumsikan bahwa dalam percakapan tersebut sang istri bertanya kepada suaminya tentang kemungkinan dirinya menikah lagi. Apabila kemudian si suami gusar kepada istrinya, dia mengatakan, “Ya, dan istri baruku itu lebih pintar memasak dari dirimu!”, atau sesuatu yang menghina sang istri.

Tapi apabila sang istri berdialog secara apik, suami dengan bijak akan menjawab, “Seandainya aku menikah lagi, maka istriku harus secantik dirimu.” Jawaban tersebut merefleksikan penghargaan suami terhadap diri Anda, bukan malah menghina atau mengeluarkan kata-kata sarat dehumanisasi. Faktanya, jawaban terakhir penuh romantisme. Jadi metode seperti bisa diaplikasikan untuk mengubah sebuah percakapan pahit menjadi lebih manis.

...Hindari bahasa yang angkuh untuk bertanya kepada seorang dan berhati-hatilah dalam menggunakan bahasa tubuh serta ekspresi wajah...

Dengan demikian, beberapa tips komunikasi yang cerdik adalah:

1. Belajar mengidentifikasi dan menjauhi penggunaan bahasa yang agresif, tidak sensitif, ofensif, dan destruktif. Usahakan semaksimal mungkin untuk mengikis cara-cara komunikasi sarat dehumanisasi.
2. Pikirkan bahasa yang Anda gunakan sebagai sebuah proses membangun kedamaian dan sebuah kekuatan mempromosikan kedamaian.
3. Di setiap waktu, kerahkan kemampuan Anda semaksimal mungkin untuk melihat diri dan hidup Anda secara positif. Karena sikap positif bisa menular kepada orang lain.
4. Ingat bahwa Anda memiliki hak bertanya dan mengkritisi, agar percakapan menjadi lebih seimbang. Akan tetapi lakukan kedua hal tersebut secara bertanggungjawab dan dengan cara yang bermartabat. Dan terpenting, pilihlah ‘pertempuran’ Anda dengan bijak.
5. Perlakukan pasangan Anda dengan penuh hormat dan ingat bahwa dia adalah pasangan hidup Anda. Respek atau rasa hormat adalah hal sakral dalam sebuah pernikahan, jadi jangan nodai hal tersebut.
6. Cobalah untuk melihat dua sisi dari sebuah persoalan dan dengarkan pandangan orang lain. Terkadang kita salam memahami (misunderstanding) sehingga berujung miscommunication (salah paham). Mendengarkan adalah kunci utama. Hal ini merupakan tantangan di mana salah seorang dari kalian –atau keduanya— berkomunikasi dengan sebuah bahasa yang bukan menjadi bahasa ibu. Jadi harus diambil sebuah perawatan khusus, untuk memastikan bahwa kesempatan adil berbicara diberikan, sehingga pasangan Anda bisa mengekspresikan dirinya secara penuh. Perlakukan pasangan Anda dengan penuh integritas dan jangan sampai kehilangan kesabaran.
7. Hindari bahasa yang angkuh untuk bertanya kepada seorang dan berhati-hatilah dalam menggunakan bahasa tubuh serta ekspresi wajah.

Terakhir, selalu niatkan segala tindakan Anda untuk fi sabilillah. Ketika kita melakukan segala sesuatu karena Allah, maka tujuan kita menjadi jelas dan tepat. Sungguh beruntung orang-orang yang menjadikan Islam sebagai agama yang menjadi petunjuk seluruh manusia. [ganna pryadha/voa-islam.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar